Pada 11 Juni 1871, mereka meletakkan batu pertama untuk Tasikmadu. Pada tahun 1874, itu selesai. Nama Tasikmadu berasal dari dua kata: tasik, yang berarti laut, dan madu, yang berarti madu, anggukan pada manisnya gula. K.G.P.A.A. Mangkoenagoro IV, sang pendiri, berharap gula akan mengalir melimpah, seperti lautan madu.
Pada tahun 1861, Mangkunegaran membuka pabrik gula pertamanya, Pabrik Gula Colomadu, dan terbukti menguntungkan. Satu dekade kemudian, ia menggunakan keuntungan itu untuk membangun pabrik kedua, Pabrik Gula Tasikmadu. Itu terletak di dataran rendah, di lereng barat Gunung Lawu, tepat di sebelah timur Mangkunegaran.
Manisnya Tasikmadu lebih dari sekadar gula. Keuntungan pabrik itu menguntungkan banyak orang, bukan hanya pemiliknya, Sentana Dalem Mangkunegaran. Pendapatan itu mendukung pertumbuhan pabrik dan mendanai gaji para bangsawan dan pejabat pemerintah. Bagi penduduk setempat, keberadaan pabrik tersebut berarti irigasi yang lebih baik untuk pertanian, fasilitas pendidikan, dan klinik kesehatan, di antara berbagai perbaikan lainnya.
Sekitar tahun 1920, Tasikmadu telah menjadi salah satu pengekspor gula terbesar di Jawa, yang terkenal akan kualitas dan kuantitasnya. Gula tersebut diangkut dengan kereta api Solo ke Semarang atau Surabaya, kemudian dikirim dari pelabuhan-pelabuhan besar di luar Jawa ke negeri-negeri asing.
Pabrik tersebut berkembang, dan laba pun meningkat. Pada tahun 1912, pabrik tersebut memproduksi 99.052 kuintal gula, hampir dua kali lipat dari yang diproduksi pada awal tahun 1900-an. Lonjakan ini sebagian disebabkan oleh bangunan-bangunan baru dan instalasi mesin yang meningkatkan kapasitas penggilingan.
Sumber: Mangkunegaran.id
