Pada tahun 1850, hanya empat daerah penting yang didedikasikan untuk budidaya kopi di Mangkunegaran. Pada tahun 1862, Mangkoenagoro IV mereklamasi tanah apanage dan memberikan kompensasi kepada para pemegangnya, memastikan bahwa tanah-tanah ini tidak lagi disewakan kepada kepentingan pribadi tetapi akan dikelola langsung oleh Mangkunegaran.
Reklamasi ini memperluas wilayah penanaman kopi menjadi 24. Seorang administrator Eropa, Rudolf Kampff, mengawasi operasi kopi. Masing-masing dari 24 wilayah dipimpin oleh seorang administrator yang dikenal sebagai panewu kopi atau mantri kopi.
Mereka memiliki rumah tamu untuk tinggal dan gudang untuk penyimpanan. Kopi pertama kali ditanam di daerah Mangkunegaran pada tahun 1814. Ini dimulai dengan pengusaha Eropa, penyewa tanah apanage, yang membawa benih dari Gondosini di Bulukerto.
Untuk memperkuat ekonomi Mangkunegaran, K.G.P.A.A. Mangkoenagoro IV mulai mengembangkan berbagai perusahaan, termasuk perkebunan kopi. Mereka membudidayakan kopi secara besar-besaran, mengolah tanah-tanah yang tidak terpakai dan membuka daerah-daerah tandus, memanfaatkan kembali tanah-tanah yang pernah disewakan kepada pedagang-pedagang asing.
Penanaman kopi di Mangkunegaran berkembang pesat di bawah pimpinan K.G.P.A.A. Mangkoenagoro IV. Mereka memanfaatkan potensi tanah tersebut, dan penanaman kopi terus meluas, ditandai dengan semakin luasnya areal yang didedikasikan untuk tanaman ini.
Para pengurus ini melapor kepada dua inspektur Eropa: J.B. Vogel, yang ditempatkan di Tawangmangu, dan L.J. Jeanty di Betal (Nguntoronadi). Setiap inspektur mengelola dua belas wilayah, dengan Vogel mengawasi Karangpandan, Tawangmangu, Jumapala, Jumapura, Jatipura, Ngadiraja, Sidoarjo, Girimanto, Jatisrana, Slogohimo, Bulukerta, dan Purwantara. Jeanty membawahi Nguntaranadi Wuryantara, Eromoko, Pracimantara, Giritantra, Baturetna, Batuwarna, Selagiri, Singosari, dan Ngawen. Di atas mereka adalah Pembimbing Wedono Kartoprodjo R.M. Wirohasmoro.
Sumber: Mangkunegaran.id
