Beksan Bedhaya Bedhah Madiun adalah salah satu tarian keraton Jawa yang dibawakan oleh penari putri dalam formasi kelompok dengan tema percintaan, perjuangan, dan peperangan. Ciri khas tari bedhaya adalah gerakan yang lemah gemulai dengan tata rias dan busana yang seragam, berkilau, indah, dan megah. Tarian ini diciptakan oleh K.G.P.A.A. Mangkoenagoro VII dan pertama kali dipentaskan pada tahun 1939 dalam upacara Peringatan Triwindu kenaikan tahta beliau. Pada pementasan perdana, Bedhaya ini ditarikan oleh G.R.Ay. Siti Noeroel Kamaril Ngarasati Kusumawardhani bersama saudari-saudarinya.
Bedhaya Bedhah Madiun mengisahkan peperangan antara Panembahan Senapati dan Retna Dumilah. Pada masa pemerintahan Panembahan Senapati, Kerajaan Mataram Islam memperluas wilayahnya ke beberapa kadipaten, salah satunya Kadipaten Madiun. Dalam pertempuran tersebut, Kerajaan Mataram Islam keluar sebagai pemenang. Rangga Jumena, Adipati Madiun yang berkuasa, berhasil dikalahkan sehingga mengutus putrinya, Retna Dumilah, untuk melawan Panembahan Senapati. Namun, keduanya akhirnya saling jatuh cinta dan menikah.
Tarian Bedhaya Bedhah Madiun memiliki nilai estetika tinggi pada gerakan tari, gending pengiring, tata rias, dan busana. Tarian ini dimainkan oleh 7 hingga 9 penari putri. Struktur tarian dibagi menjadi tiga bagian yakni maju beksan, beksan, dan mundur beksan. Gending yang digunakan pada bagian maju dan mundur beksan adalah Gending Lagon dan Gending Ladrang Langen Branta dengan irama tanggung.
Pola gerak Bedhaya Bedhah Madiun di Mangkunegaran memiliki kesamaan dengan gaya Yogyakarta, seperti kapang-kapang, sembah nglayang, nggrudha, nggenceng, gidrah, pendhapan, gudawa, nduduk wuluh, atrap sumping, ulap-ulap, atur-atur, kipat gajahan, lampah sekar, lembehan sirig, tinting, dan lainnya. Perbedaan antara kedua gaya keraton ini terletak pada teknik pelaksanaannya; di Mangkunegaran gerakan lebih halus dan lentur, sementara di Yogyakarta terasa lebih patah-patah.
Tata rias tari menggunakan rias panggung yang menonjolkan karakter putri luruh untuk menggambarkan sosok perempuan yang halus, sabar, dan lembut. Busana penari terdiri dari rompi beludru tanpa lengan, sampur, cinde, jarik bermotif parang kusuma seling lasem, stagen, dan kantong gelung. Aksesori yang dikenakan meliputi jamang, sumping, suweng, cunduk jungkat, garuda mungkur, klat bahu, kalung penanggalan, gelang tangan, bros, ikat pinggang (pending), dan keris (cundrik).