Setiap motif batik memiliki makna, aturan pemakaian, dan pantangannya sendiri. Setelah perjanjian Salatiga, Kota Surakarta memiliki dua keraton, yaitu Kasunanan Surakarta dan Pura Mangkunegaran. Walaupun berada di kota yang sama, keduanya memiliki motif batik yang berbeda.
Baik Kasunanan Surakarta maupun Pura Mangkunegaran memiliki ciri khas masing-masing. Ciri khas batik Mangkunegaran terlihat dari coraknya yang rumit dan kompleks, yang mencerminkan ketelitian serta kesabaran para pembatik dalam menciptakan karya seni bermakna.
Selain itu, batik Mangkunegaran dikenal dengan penggunaan warna-warna cerah dan berani seperti coklat sogan, kuning keemasan, hijau, dan biru. Kombinasi warna tersebut memberikan kesan yang lebih hidup dan penuh semangat. Beberapa motif batik Mangkunegaran antara lain Buketan Pakis, Sapanti Nata, Wahyu Tumurun, Parang Kesit Barong, Parang Sondhen, Parang Klithik Glebag Seruni, Liris Cemeng, dan Buketan Paris. Motif Buketan Paris dibuat oleh Nyai Tumenggung Mardusari.
Motif batik Mangkunegaran terkesan lebih luwes dibandingkan dengan batik keraton yang masih mempertahankan motif pakem untuk pakaian keluarga kerajaan. Namun demikian, di Pura Mangkunegaran, motif batik parang masih dianggap sebagai motif larangan yang hanya boleh dipakai oleh keluarga inti Mangkunegaran. Motif-motif baru terus berkembang dengan sangat dinamis.
Perpaduan antara motif buketan dengan gaya pakem klasik serta pewarnaan sogan Jawa menghasilkan karya-karya baru yang eksotis. Bahkan motif seperti Candi Luhur dan Grageh Waluh menjadi batik yang wajib dimiliki oleh seluruh kerabat Mangkunegaran.