Keraton Mangkunegaran bukan hanya pusat pemerintahan dan budaya, tetapi juga tempat lahirnya karya sastra besar yang hingga kini menjadi pijakan pemikiran Jawa. Para pujangga Mangkunegaran memberi sumbangan besar terhadap keluhuran bahasa, nilai moral, hingga wawasan spiritual masyarakat Jawa.
Salah satu tokoh yang tak bisa dilewatkan adalah Ranggawarsita, pujangga besar yang juga dikenal sebagai peramal budaya. Ia menggubah banyak karya yang menyentuh aspek kehidupan manusia, filsafat hidup, dan nilai kebijaksanaan dalam menjalani zaman yang berubah.
Selain itu, terdapat Yasadipura I dan II, yang dikenal sebagai penyair istana dengan karya yang puitis, penuh nilai spiritual dan moral. Mereka menggubah kakawin, serat-serat nasihat, hingga kisah-kisah adaptasi Mahabharata dan Ramayana dalam gaya Jawa.
Puncak dari sastra Mangkunegaran juga ditandai oleh karya Mangkunegara IV, seorang raja sekaligus intelektual dan seniman. Beliau menciptakan karya monumental seperti Serat Weda Pradangga yang menjadi dasar etika bermusik Jawa, dan menggagas panduan hidup berimbang antara spiritualitas dan estetika.
Sastra di lingkungan Mangkunegaran tidak semata-mata ditulis untuk dinikmati, tetapi sebagai sarana mendidik karakter. Karya-karya mereka menjadi semacam kitab laku hidup, sarana pendidikan moral yang diwariskan secara turun temurun.
Kini, nilai-nilai dari para pujangga ini tidak hanya tersimpan dalam naskah. Mereka dihidupkan kembali melalui atmosfer Mangkunegaran yang terus memelihara tradisi intelektual dan etika dalam gaya hidup modern.
Dan kamu bisa merasakannya secara nyata—melalui sajian santapan berfilosofi di Pracimasana, atau ketenangan sore hari ditemani teh dan keindahan suasana di Pracimaloka. Inilah cara baru memahami sastra dan laku hidup Jawa, dalam wujud yang paling bisa dirasakan dan dinikmati.